Jumat, Juli 04, 2014

Teologi Pelayanan Musik Gereja



Artikel ini adalah hasil lomba penulisan karya ilmiah HUT Persekutuan Mahasiswa STT INTIM tahun 2013.
Agak sedikit sombong XD Artikel ini juara 2 (atau terbaik kedua, karena kata teman-teman, tidak ada juara 1) dari sekitar 5 artikel.. Yah, hitung-hitung artikel perdana langsung dapat predikat, lumayanlah.. wkwkwkwk.. but, at last, I would thanks to God. Saat-saat terpuruk di tahun 2013, masih bisa menghasilkan prestasi.. Selain itu, thanks to-nya juga buat kakanda Roberto Wagey dan abang Immanuel Sembiring (para senior di kampus sekaligus di kos) yang membimbing dengan intens dalam merampungkan artikel ini..
Yah, itu sajalah, selamat membaca.. :)

LOMBA PENULISAN ARTIKEL KARYA ILMIAH
Teologi Pelayanan Musik Gereja


Disusun oleh :
Pardamean Simatupang (Angkatan 2010)

SEKOLAH TINGGI THEOLOGIA DI INDONESIA BAGIAN TIMUR MAKASSAR
2013



Abstrak :
Sebagai mahasiswa yang bergelut dalam bidang teologi secara umum, jelas mahasiswa akan lebih mudah memaknai keterlibatan Pelayanan Musik Gereja (PMG) dalam menyampaikan teologi, khususnya dalam praksis melalui khotbah mimbar. Dalam realitas pun, sangat minim kesempatan mahasiswa untuk tidak bersentuhan dengan dunia musik, karena pada hakikatnya PMG sudah seolah-olah menjadi prioritas ataupun nomor dua setelah pelayanan Firman itu sendiri. Contohnya saja dalam liturgi-liturgi, entah itu liturgi sesederhana apapun, pasti pelayanan musik tetap mengambil bagian sebagai sarana pendongkrak pemaksimalan ibadah.
Pelayanan musik yang rata-rata disalah-tasirkan oleh para pelayan musik gereja merupakan sebuah masalah yang harus ditangani secepatnya, sebab pelayanan ini bukanlah sekedar pelayanan yang bertugas sebagai pelengkap dalam ibadah, melainkan faktor pendukung yang membuat jemaat semakin merasakan hadirat Tuhan dalam ibadah tersebut.

Kata Kunci : Teologi, Pelayanan Musik Gereja, Nyanyian, Instrumen, Unsur dan Prinsip

 
A.    PENDAHULUAN
Dalam teologi PMG, sebagian besar dari mahasiswa tentunya sudah mendapatkan beberapa dasar yang signifikan tentang bagaimana hubungan antara teologi dengan PMG itu sendiri dalam beberapa mata kuliah bersangkutan, misalnya saja mata kuliah Liturgika, Nyanyian Dalam Liturgi, serta Kreatifitas Musik dan Seni dalam Liturgi. Sedangkan untuk lebih mendetail, peran PMG dalam berteologi mungkin akan didapatkan dalam mata kuliah Kreatifitas Musik dan Seni dalam Liturgi.
Ketertarikan penulis yang juga menyebut diri sebagai pemusik untuk mengangkat tema “Teologi Pelayanan Musik” dalam artikel ini bukan hanya pada kesinambungan antara teologi dan musik semata. Penulis lebih berproyeksi pada keterlibatan pemusik dalam menjalankan teologi tersebut. Secara obyektif, penulis berpersepsi bahwa para pelayan musik gereja, awam (autodidak) maupun yang berpendidikan, yang tidak dibekali teologi mendasar mengenai teologi musik, dalam pelayanannya kerap kali menganggap bahwa pelayanan musik itu hanya merupakan wadah penyaluran bakatnya untuk gereja. Ada pula yang menganggap bahwa pelayanannya itu hanya untuk mengisi kekosongan waktu kegiatannya. Yang lebih parahnya, ada yang hanya menjalankan pelayanan musik tersebut dengan tujuan menambah isi dompetnya, dalam artian mengharapkan transportnya.
Konteks pemahaman para pelayan musik gereja yang sedemikian rupalah yang menjadi acuan penulis untuk menjadikan tema ini sebagai pembahasan dalam artikel ini, guna menunjang pemahaman mahasiswa tentang berteologi dalam bermusik ataupun bermusik dalam berteologi. Tujuan utama dari artikel ini pun adalah agar para pelayan musik gereja yang telah terjun ke dalam dunia pelayanan dapat lebih positif memaknai tugas dan tanggung jawabnya sebagai warga gereja yang seyogianya saling melengkapi sebagai satu kesatuan tubuh Kristus (band. 1 Kor 12:12).

B.     PEMBAHASAN
1.      Hakikat Pelayanan Musik Gereja
Tugas dan panggilan gereja, dalam hal ini melayani (marturia) tidak monoton pada pelayanan Firman, penggembalaan, diakonia, dan lain sebagainya. Pelayanan musik gereja juga mengambil peran penting dalam praktik-praktik kekristenan. Selain termasuk dalam bidang pelayanan, musik gereja juga dapat menjadi sarana pemersatu dari jemaat serta wadah kesaksian para pelayan musik gereja. Dari hakikat pelayanan musik gereja yang singkat tersebut, mahasiswa sudah dapat melihat betapa pentingnya pelayanan dalam bidang ini untuk menunjang tugas dan panggilan gereja itu sendiri.
Dalam Perjanjian Lama, khususnya kitab Mazmur yang merupakan buku nyanyian kaum Yahudi dapat kita lihat pentingnya peranan musik dalam ibadah. Sebagai contoh dalam Mazmur 95:2 :
“Biarlah kita menghadap wajahNya dengan nyanyian syukur, bersorak-sorak bagiNya dengan nyanyian mazmur.”
Dalam Alkitab terjemahan NIV, kata-kata nyanyian mazmur itu berbunyi: “music and song”, sehingga artinya jelas sekali bahwa tekanan untuk mendekati Allah melalu musik itu diutamakan.[1]
Kitab Tawarikh, Raja-raja serta Yosua pun beberapa kali menyatakan peranan musik dalam ibadah umat Israel, misalnya pada pentahbisan Bait Allah zaman Salomo, kemuliaan turun memenuhi Bait Allah pada saat musik dimainkan (2 Taw 5:11-14), runtuhnya tembok Yerikho pada saat terompet dibunyikan (Yos 6:4-20), dan kisah Elisa yang membutuhkan pemain musik untuk bermain baginya agar Roh Allah turun ke atasnya (2 Raj 3:15). Sedangkan dalam Perjanjian Baru, umat dianjurkan untuk menyanyikan mazmur, nyanyian rohani dan puji-pujian bagi Tuhan seperti yg terdapat dalam Efesus 5:18-21, Kolose 3 : 16, I Korintus 14:15, dan Yakobus 5 : 13.
2.      Kesalahan Penafsiran dalam Pelayanan Musik Gereja
Beberapa indikasi yang merujuk pada kesalahan penafsiran PMG adalah penggunaan nyanyian-nyanyian yang tidak kontekstual serta instrumen yang terlalu dibatasi atau malah terlampau berlebihan. Dua indikasi tersebut merupakan kesalahan mendasar yang sangat fatal bagi para pelayan musik gereja untuk mengalami dan menyalurkan hadirat Tuhan melalui pelayanannya.
Terkadang nyanyian yang digunakan sudah terlalu membosankan bagi warga jemaat untuk terus-menerus diulang setiap minggunya, sehingga sering jemaat sudah dapat menebak lagu apa yang akan dikidungkan pada bagian liturgi tertentu. Jelaslah hal ini mengganggu konsentrasi jemaat yang awalnya datang untuk beribadah, memuji Tuhan dan mendapatkan pencerahan melalui Firman, kemudian menjadi komentator mengenai liturgi ibadah. Persoalan mengenani instrumen juga biasanya menjadi gejolak yang terlalu berlebihan untuk diperdebatkan oleh jemaat. Golongan orangtua-manula menolak adanya instrument full band yang cukup mengganggu konsentrasi mereka, sementara golongan pemuda terus memperjuangkan pengadaan intrumen tersebut. Kedua kasus diatas menjadi permulaan terjadinya kesalahan penafsiran dari PMG itu sendiri.
Beberapa prinsip dasar yang perlu mahasiswa ketahui mengenai musik dan instrumennya dalam PMG adalah bahwa musik memiliki peranan untuk menciptakan kesadaran akan kehadiran Allah dan suasana untuk ibadah, menghidupkan jiwa manusia, manyatukan jemaat dalam suatu pengalaman ibadah bersama dan menyatakan iman jemaat. Musik dan instrumennya juga merupakan unsur yang tidak terbatas. Musik terus berkembang seiring zaman yang terus memperbaharui keberadaannya. Prinsip dasar tersebut yang harus kita pahami agar dalam penerapannya kita tidak mengeisegese kebenaran yang hakiki dari eksistensi musik dalam ibadah.
Setelah mendalami tentang kebenaran dari PMG tersebut, kita kembali melihat realitas di mana kebanyakan dari para pelayan musik di gereja tidak dibekali pengetahuan teologis tentang musik gereja itu sendiri, sehingga mereka terkadang hanya menjalani PMG tersebut sebagai rutinitas, kewajiban atau malah sebagai job/pekerjaan. Ada pula yang menganggap bahwa pelayanannya adalah panggung konser di mana ia dapat menunjukkan kemampuan pribadinya dalam bermusik agar orang-orang dapat terpukau melihat kelihaian bermusiknya. Jiwa dari pelayanannya menghilang, digantikan dengan kesalahan penafsiran tersebut.
3.      Relevansi dari Pelayanan Musik Gereja
Sebagai wadah pemersatu, kesaksian dan pelayanan jemaat, PMG berperan penting dalam dunia pendidikan musik (nyanyian jemaat serta insturumen pendukung ibadah). Kelemahan gereja dalam bernyanyi adalah bahwa umat kurang memahami sifat sebuah nyanyian, padahal tiap nyanyian mempunyai karakter, pesan, dan makna yang berbeda. Oleh karena itu, diharapkan para koor, solois, kantoria, pemain musik, pelatih nyanyian dan musik, dan lain sebagainya menjadi penopang bagi pengetahuan bernyanyi jemaat. Jika gereja tidak belajar bernyanyi, maka dalam ibadah akan tampak kelemahan dan kejanggalan yang tentunya mengganggu hikmatnya ibadah. Untuk penggunaan instrumen, tidak ada pembatasan secara spesifik, hanya bagaimana kita mampu memperhitungkan instrumen-instrumen tertentu yang dapat meniadakan unsur karakter, pesan dan makna nyanyian. Atau bahkan ada instrumen yang keberadaannya justru menggangu hikmatnya ibadah, mendominasi atau bahkan menutupi suasana ibadah dengan menenggelamkan ungkapan kata-kata dari nyanyian.
Sekali lagi, PMG bukan semata-mata pelengkap dari unsur ibadah, melainkan pendongkrak agar umat dalam mengusahakan pengalaman rohani dapat secara nyata dirasakan melalui eksistensi nyanyian bersama penyanyinya dan musik gereja bersama pemusiknya. Hal inilah yang membangun gereja untuk semakin hidup dalam karyanya, semakin kuat dalam imannya, semakin tertopang dalam pengharapannya, serta semakin kaya dalam pengalaman rohaninya. Inilah teologi dari Pelayanan Musik Gereja tersebut.

C.    PENUTUP
Teologi PMG sudah tergolong terlambat jika harus tetap menjadi pergumulan dalam jemaat dewasa kini, namun itu bukan berarti gereja harus memilih untuk menutup mata dari realitas bahwa PMG tetap menjadi permasalah signifikan yang harus diselesaikan. Pengetahuan teologis mendasar tentang PMG adalah kunci utama penyelesaian masalah ini. Mungkin banyak gereja yang terlalu berkonsentrasi pada dunia politik, ekonomi, sosial, budaya, dan lain-lain, sehingga melupakan dunia seni yang termasuk sebagai unsur penting dalam pembangunan iman jemaatnya.
Oleh karena itu, marilah kembali berbenah diri untuk memperkaya teori kita tentang PMG agar pada penerapannya mahasiswa dapat meminimalisir kendala-kendala yang mungkin dapat mengganggu konsentrasi iman yang harus terus ditumbuhkan bersama-sama dalam keutuhan suatu gereja. Belum terlambat untuk menyelesaikan masalah yang seyogianya terlambat untuk hadir, sebab kita harus tetap menyadari bahwa baik atau pun buruknya suatu gereja, akan pasti mengalami pergumulan yang entah tepat waktu, terlambat atau malah terlalu cepat untuk hadir dan mendewasakan iman para jemaat.

Daftar Pustaka
1.      Ismail, Andar, Selamat melayani Tuhan : 33 renungan tentang pelayanan, Jakarta, BPK GM, 2004
2.      Redaksi LLB, Pengetahuan Dasar Musik Gereja, Bandung, Lembaga Literatur Baptis, 1983





Tidak ada komentar:

Posting Komentar