Jumat, Juli 04, 2014

Teologi Pelayanan Musik Gereja



Artikel ini adalah hasil lomba penulisan karya ilmiah HUT Persekutuan Mahasiswa STT INTIM tahun 2013.
Agak sedikit sombong XD Artikel ini juara 2 (atau terbaik kedua, karena kata teman-teman, tidak ada juara 1) dari sekitar 5 artikel.. Yah, hitung-hitung artikel perdana langsung dapat predikat, lumayanlah.. wkwkwkwk.. but, at last, I would thanks to God. Saat-saat terpuruk di tahun 2013, masih bisa menghasilkan prestasi.. Selain itu, thanks to-nya juga buat kakanda Roberto Wagey dan abang Immanuel Sembiring (para senior di kampus sekaligus di kos) yang membimbing dengan intens dalam merampungkan artikel ini..
Yah, itu sajalah, selamat membaca.. :)

LOMBA PENULISAN ARTIKEL KARYA ILMIAH
Teologi Pelayanan Musik Gereja


Disusun oleh :
Pardamean Simatupang (Angkatan 2010)

SEKOLAH TINGGI THEOLOGIA DI INDONESIA BAGIAN TIMUR MAKASSAR
2013



Abstrak :
Sebagai mahasiswa yang bergelut dalam bidang teologi secara umum, jelas mahasiswa akan lebih mudah memaknai keterlibatan Pelayanan Musik Gereja (PMG) dalam menyampaikan teologi, khususnya dalam praksis melalui khotbah mimbar. Dalam realitas pun, sangat minim kesempatan mahasiswa untuk tidak bersentuhan dengan dunia musik, karena pada hakikatnya PMG sudah seolah-olah menjadi prioritas ataupun nomor dua setelah pelayanan Firman itu sendiri. Contohnya saja dalam liturgi-liturgi, entah itu liturgi sesederhana apapun, pasti pelayanan musik tetap mengambil bagian sebagai sarana pendongkrak pemaksimalan ibadah.
Pelayanan musik yang rata-rata disalah-tasirkan oleh para pelayan musik gereja merupakan sebuah masalah yang harus ditangani secepatnya, sebab pelayanan ini bukanlah sekedar pelayanan yang bertugas sebagai pelengkap dalam ibadah, melainkan faktor pendukung yang membuat jemaat semakin merasakan hadirat Tuhan dalam ibadah tersebut.

Kata Kunci : Teologi, Pelayanan Musik Gereja, Nyanyian, Instrumen, Unsur dan Prinsip

 
A.    PENDAHULUAN
Dalam teologi PMG, sebagian besar dari mahasiswa tentunya sudah mendapatkan beberapa dasar yang signifikan tentang bagaimana hubungan antara teologi dengan PMG itu sendiri dalam beberapa mata kuliah bersangkutan, misalnya saja mata kuliah Liturgika, Nyanyian Dalam Liturgi, serta Kreatifitas Musik dan Seni dalam Liturgi. Sedangkan untuk lebih mendetail, peran PMG dalam berteologi mungkin akan didapatkan dalam mata kuliah Kreatifitas Musik dan Seni dalam Liturgi.
Ketertarikan penulis yang juga menyebut diri sebagai pemusik untuk mengangkat tema “Teologi Pelayanan Musik” dalam artikel ini bukan hanya pada kesinambungan antara teologi dan musik semata. Penulis lebih berproyeksi pada keterlibatan pemusik dalam menjalankan teologi tersebut. Secara obyektif, penulis berpersepsi bahwa para pelayan musik gereja, awam (autodidak) maupun yang berpendidikan, yang tidak dibekali teologi mendasar mengenai teologi musik, dalam pelayanannya kerap kali menganggap bahwa pelayanan musik itu hanya merupakan wadah penyaluran bakatnya untuk gereja. Ada pula yang menganggap bahwa pelayanannya itu hanya untuk mengisi kekosongan waktu kegiatannya. Yang lebih parahnya, ada yang hanya menjalankan pelayanan musik tersebut dengan tujuan menambah isi dompetnya, dalam artian mengharapkan transportnya.
Konteks pemahaman para pelayan musik gereja yang sedemikian rupalah yang menjadi acuan penulis untuk menjadikan tema ini sebagai pembahasan dalam artikel ini, guna menunjang pemahaman mahasiswa tentang berteologi dalam bermusik ataupun bermusik dalam berteologi. Tujuan utama dari artikel ini pun adalah agar para pelayan musik gereja yang telah terjun ke dalam dunia pelayanan dapat lebih positif memaknai tugas dan tanggung jawabnya sebagai warga gereja yang seyogianya saling melengkapi sebagai satu kesatuan tubuh Kristus (band. 1 Kor 12:12).

B.     PEMBAHASAN
1.      Hakikat Pelayanan Musik Gereja
Tugas dan panggilan gereja, dalam hal ini melayani (marturia) tidak monoton pada pelayanan Firman, penggembalaan, diakonia, dan lain sebagainya. Pelayanan musik gereja juga mengambil peran penting dalam praktik-praktik kekristenan. Selain termasuk dalam bidang pelayanan, musik gereja juga dapat menjadi sarana pemersatu dari jemaat serta wadah kesaksian para pelayan musik gereja. Dari hakikat pelayanan musik gereja yang singkat tersebut, mahasiswa sudah dapat melihat betapa pentingnya pelayanan dalam bidang ini untuk menunjang tugas dan panggilan gereja itu sendiri.
Dalam Perjanjian Lama, khususnya kitab Mazmur yang merupakan buku nyanyian kaum Yahudi dapat kita lihat pentingnya peranan musik dalam ibadah. Sebagai contoh dalam Mazmur 95:2 :
“Biarlah kita menghadap wajahNya dengan nyanyian syukur, bersorak-sorak bagiNya dengan nyanyian mazmur.”
Dalam Alkitab terjemahan NIV, kata-kata nyanyian mazmur itu berbunyi: “music and song”, sehingga artinya jelas sekali bahwa tekanan untuk mendekati Allah melalu musik itu diutamakan.[1]
Kitab Tawarikh, Raja-raja serta Yosua pun beberapa kali menyatakan peranan musik dalam ibadah umat Israel, misalnya pada pentahbisan Bait Allah zaman Salomo, kemuliaan turun memenuhi Bait Allah pada saat musik dimainkan (2 Taw 5:11-14), runtuhnya tembok Yerikho pada saat terompet dibunyikan (Yos 6:4-20), dan kisah Elisa yang membutuhkan pemain musik untuk bermain baginya agar Roh Allah turun ke atasnya (2 Raj 3:15). Sedangkan dalam Perjanjian Baru, umat dianjurkan untuk menyanyikan mazmur, nyanyian rohani dan puji-pujian bagi Tuhan seperti yg terdapat dalam Efesus 5:18-21, Kolose 3 : 16, I Korintus 14:15, dan Yakobus 5 : 13.
2.      Kesalahan Penafsiran dalam Pelayanan Musik Gereja
Beberapa indikasi yang merujuk pada kesalahan penafsiran PMG adalah penggunaan nyanyian-nyanyian yang tidak kontekstual serta instrumen yang terlalu dibatasi atau malah terlampau berlebihan. Dua indikasi tersebut merupakan kesalahan mendasar yang sangat fatal bagi para pelayan musik gereja untuk mengalami dan menyalurkan hadirat Tuhan melalui pelayanannya.
Terkadang nyanyian yang digunakan sudah terlalu membosankan bagi warga jemaat untuk terus-menerus diulang setiap minggunya, sehingga sering jemaat sudah dapat menebak lagu apa yang akan dikidungkan pada bagian liturgi tertentu. Jelaslah hal ini mengganggu konsentrasi jemaat yang awalnya datang untuk beribadah, memuji Tuhan dan mendapatkan pencerahan melalui Firman, kemudian menjadi komentator mengenai liturgi ibadah. Persoalan mengenani instrumen juga biasanya menjadi gejolak yang terlalu berlebihan untuk diperdebatkan oleh jemaat. Golongan orangtua-manula menolak adanya instrument full band yang cukup mengganggu konsentrasi mereka, sementara golongan pemuda terus memperjuangkan pengadaan intrumen tersebut. Kedua kasus diatas menjadi permulaan terjadinya kesalahan penafsiran dari PMG itu sendiri.
Beberapa prinsip dasar yang perlu mahasiswa ketahui mengenai musik dan instrumennya dalam PMG adalah bahwa musik memiliki peranan untuk menciptakan kesadaran akan kehadiran Allah dan suasana untuk ibadah, menghidupkan jiwa manusia, manyatukan jemaat dalam suatu pengalaman ibadah bersama dan menyatakan iman jemaat. Musik dan instrumennya juga merupakan unsur yang tidak terbatas. Musik terus berkembang seiring zaman yang terus memperbaharui keberadaannya. Prinsip dasar tersebut yang harus kita pahami agar dalam penerapannya kita tidak mengeisegese kebenaran yang hakiki dari eksistensi musik dalam ibadah.
Setelah mendalami tentang kebenaran dari PMG tersebut, kita kembali melihat realitas di mana kebanyakan dari para pelayan musik di gereja tidak dibekali pengetahuan teologis tentang musik gereja itu sendiri, sehingga mereka terkadang hanya menjalani PMG tersebut sebagai rutinitas, kewajiban atau malah sebagai job/pekerjaan. Ada pula yang menganggap bahwa pelayanannya adalah panggung konser di mana ia dapat menunjukkan kemampuan pribadinya dalam bermusik agar orang-orang dapat terpukau melihat kelihaian bermusiknya. Jiwa dari pelayanannya menghilang, digantikan dengan kesalahan penafsiran tersebut.
3.      Relevansi dari Pelayanan Musik Gereja
Sebagai wadah pemersatu, kesaksian dan pelayanan jemaat, PMG berperan penting dalam dunia pendidikan musik (nyanyian jemaat serta insturumen pendukung ibadah). Kelemahan gereja dalam bernyanyi adalah bahwa umat kurang memahami sifat sebuah nyanyian, padahal tiap nyanyian mempunyai karakter, pesan, dan makna yang berbeda. Oleh karena itu, diharapkan para koor, solois, kantoria, pemain musik, pelatih nyanyian dan musik, dan lain sebagainya menjadi penopang bagi pengetahuan bernyanyi jemaat. Jika gereja tidak belajar bernyanyi, maka dalam ibadah akan tampak kelemahan dan kejanggalan yang tentunya mengganggu hikmatnya ibadah. Untuk penggunaan instrumen, tidak ada pembatasan secara spesifik, hanya bagaimana kita mampu memperhitungkan instrumen-instrumen tertentu yang dapat meniadakan unsur karakter, pesan dan makna nyanyian. Atau bahkan ada instrumen yang keberadaannya justru menggangu hikmatnya ibadah, mendominasi atau bahkan menutupi suasana ibadah dengan menenggelamkan ungkapan kata-kata dari nyanyian.
Sekali lagi, PMG bukan semata-mata pelengkap dari unsur ibadah, melainkan pendongkrak agar umat dalam mengusahakan pengalaman rohani dapat secara nyata dirasakan melalui eksistensi nyanyian bersama penyanyinya dan musik gereja bersama pemusiknya. Hal inilah yang membangun gereja untuk semakin hidup dalam karyanya, semakin kuat dalam imannya, semakin tertopang dalam pengharapannya, serta semakin kaya dalam pengalaman rohaninya. Inilah teologi dari Pelayanan Musik Gereja tersebut.

C.    PENUTUP
Teologi PMG sudah tergolong terlambat jika harus tetap menjadi pergumulan dalam jemaat dewasa kini, namun itu bukan berarti gereja harus memilih untuk menutup mata dari realitas bahwa PMG tetap menjadi permasalah signifikan yang harus diselesaikan. Pengetahuan teologis mendasar tentang PMG adalah kunci utama penyelesaian masalah ini. Mungkin banyak gereja yang terlalu berkonsentrasi pada dunia politik, ekonomi, sosial, budaya, dan lain-lain, sehingga melupakan dunia seni yang termasuk sebagai unsur penting dalam pembangunan iman jemaatnya.
Oleh karena itu, marilah kembali berbenah diri untuk memperkaya teori kita tentang PMG agar pada penerapannya mahasiswa dapat meminimalisir kendala-kendala yang mungkin dapat mengganggu konsentrasi iman yang harus terus ditumbuhkan bersama-sama dalam keutuhan suatu gereja. Belum terlambat untuk menyelesaikan masalah yang seyogianya terlambat untuk hadir, sebab kita harus tetap menyadari bahwa baik atau pun buruknya suatu gereja, akan pasti mengalami pergumulan yang entah tepat waktu, terlambat atau malah terlalu cepat untuk hadir dan mendewasakan iman para jemaat.

Daftar Pustaka
1.      Ismail, Andar, Selamat melayani Tuhan : 33 renungan tentang pelayanan, Jakarta, BPK GM, 2004
2.      Redaksi LLB, Pengetahuan Dasar Musik Gereja, Bandung, Lembaga Literatur Baptis, 1983





Kamis, Juli 03, 2014

Musik Gereja


MATERI PEMBINAAN MUSIK GEREJA PKPG JEMAAT GALILEA BARUGA
25 Juni 2014
Pardamean Simatupang
Mahasiswa STT INTIM Makasar


A.    PENDAHULUAN
Dewasa kini seringkali, tanpa sadar, kita menjadi pendengar musik yang begitu antusias. Bahkan mungkin kita merasa adanya situasi yang hampa ketika saat itu kita tidak mendengarkan musik. Setidaknya keberadaan musik pada masa kini sudah menjadi kebutuhan yang sekunder. Musik menjadi kebutuhan sekunder berarti bahwa musik tidaklah menjadi prioritas yang utama dalam kehidupan, namun musik juga memiliki peran yang penting dalam beberapa hal dan cenderung bersifat pelengkap dalam berbagai kebutuhan.
Di balik kebutuhan akan musik tersebut, tidak sedikit hasil buruk yang dilandasi dari musik tersebut. Misalnya yang ditulis oleh John Handol ML di dalam bukunya, “Nyanyian Lucifer”,
“Selama bertahun-tahun banyak kategori musik rock telah berkembang. Dua jenis, heavy metal dan rap, baru-baru ini dikritik karena berisi ketidaksenonohan yang mengejutkan. … … … Sebuah Jurnal Medis Texas menyatakan bahwa banyak dari pernyataan dalam heavy metal mengagungkan sikap-sikap di luar batas kelaziman dalam hal seks, kekerasan, kebencian, dan klenik atau ilmu gaib.”[1] 
Berlandaskan kenyataan yang telah terjadi tersebut, dapat kita simpulkan bahwa perkembangan musik tidaklah selalu berada dalam jalur positif. Perlu disadari pula bahwa generasi muda masa kini sangatlah sensitif dalam hal musik. Seringkali generasi muda tidak mau ketinggalan dalam perkembangan musik-musik yang sedang terkenal.
Tanpa memilah-milah dengan pertimbangan yang baik dan benar. Semua musik, baik genre-nya (aliran/jenis musik), artisnya, dan lain-lainya, pada dasarnya memiliki pesan yang hendak disampaikan melalui musik tersebut. Hal inilah yang jarang menjadi sorotan bagi para pendengar musik, khususnya generasi muda. Justru kecenderungan pendengar musik masa kini hanya berfokus pada alunan melodinya, indah atau tidak, sulit untuk dimainkan/dinyanyikan atau tidak, dan segala fokus yang sebenarnya menjadi pertimbangan yang seharusnya ditempatkan di nomor sekian setelah makna musik tersebut.
Karena kebutuhan akan musik yang semakin meningkat, tentunya perlu antisipasi bagi gereja untuk memberikan pendidikan yang lebih mendalam mengenai musik gereja. Selain mengajarkan musik secara mendasar (teoritis), gereja juga perlu meningkatkan talenta setiap anggotanya yang berpotensi pada bagian musik untuk memaksimalkan kemampuannya tersebut di dalam pelayanannya (praksis). Agar tidak terjadi penyimpangan di dalam proses tersebut, tentunya memerlukan pengetahuan yang luas dan mendalam mengenai tema tersebut.

B.     DASAR MUSIK DALAM ALKITAB
Kata “musik” berasal dari bahasa Yunani àMusikous yang diambil dari salah satu nama kesembilan dewa Yunani yang melambangkan keindahan, menguasai bidang kesenian dan ilmu pengetahuan. Kini, musikous diartikan sebagai seni keindahan suara atau seni musik àArt of Music. Dalam penciptaan alam semesta oleh Allah, setiap bagian ciptaannya memiliki unsur musik, hanya saat kejatuhan manusia ke dalam dosa, mata serta telinga manusia tertutup untuk melihat dan mendengar unsur musik tersebut. Kejatuhan Lucifer dari Kerajaan Allah adalah alasan manusia diciptakan, yaitu menggantikan posisi Lucifer untuk memuji nama Tuhan.
1.      Uraian Singkat Perjanjian Lama tentang Musik
- Yubal disebut sebagai bapa semua orang yang memainkan kecapi dan seruling (Kej. 4:21).
- Pentingnya musik dalam kehidupan sosial orang Ibrani (Kej. 31:27). Beberapa fungsi musik dalam kehidupan mereka antara lain pembuat sukacita, nyanyian pekerjaan, untuk mengabarkan berita, kegembiraan nasional, kemenangan dalam peperangan, anak gembala, pemuda di pintu gerbang, selama pesta, nyanyian wanita lajang, dan perkabungan ratapan. Ciri-ciri dari musik orang Ibrani adalah menggunakan nada pentatonik, menggunakan interval nada mikro, pembacaan Kitab Suci dengan menggunakan lagu, kebanyakan lagu-lagu dari Alkitab dinyanyikan dengan improvisasi, sedikit sekali penggunaan akor, syair lagu lebih penting daripada musiknya, lagu-lagu gerejawi serta lagu-lagu rakyatnya memiliki beberapa kesamaan.
- Nyanyian pujaan untuk Tuhan pertama kali dinyanyikan oleh Musa (Kel. 15:1-21).
- Musa diperintahkan untuk membuat dua buah terompet perak (Bil. 10). Angka dua dalam Alkitab berbicara tentang aspek keselamatan dan kematian. Perak melambangkan penebusan dan pemurnian melalui penderitaan. Fungsi pelayanan musik yang alkitabiah adalah memanggil orang untuk berkumpul dan menyuruh laskar-laskarnya berangkat.
- Ada sebuah sekolah untuk para nabi yang mempelajari mazmur, musik, sejarah dan sebagainya yang didirikan di Israel pada zaman Nabi Samuel (1 Sam. 10:5).
- Daud mempunyai kemampuan untuk memberikan pelayanan dalam roh dan menyediakan waktu untuk berkumpul dengan Samuel di sekolah untuk para nabi (1 Sam. 16:16-23; 19:18-24).
- Daud mengembalikan tabut Allah ke Israel dan menempatkannya di tempat penyembahan (1 Taw. 13:8). 
- Daud melakukan cara pendekatan yang keliru terhadap hadirat Allah (2 Sam. 6:5; 1 Taw. 13:8).
- Daud mendirikan tabernakel (1 Taw. 15; 2 Sam. 6).
- Daud memerintah para pemain musik untuk melayani secara terus-menerus di depan tabut (1 Taw 16).
- Salomo membangun Bait Allah sesuai dengan petunjuk Daud, ayahnya (1 Taw. 3-5).
- Raja Yosafat mengirim pemusik dan penyanyi di depan tentaranya untuk mengalahkan musuh (2 Taw. 20).
- Di bawah pemerintahan Hizkia, kaum Lewi, penyanyi, pemusik direstorasi dan kembali ke Bait Allah sesuai dengan perintah Daud, dengan alat musik milik Daud, dan menurut kata-kata Daud (2 Taw. 29-30).
- Yosia, raja Yudea menyucikan Bait Allah kembali setelah pemerintahan Raja Amon yang jahat, dan menempatkan penyanyi dari para putra Asaf, Heman, dan Yedutun ke tempat mereka masing-masing (2 Taw. 35:1-19).
- Dua ratus penyanyi pria dan wanita ikut kembali, dan mereka di tetapkan untuk memuji Tuhan di bawah pimpinan Ezra, pada saat dipanggil keluarnya bangsa Israel dari Babilon (Ezr. 3:10-13).
- Pada waktu tembok Yerusalem ditahbiskan, para pemusik dan penyanyi ditempatkan bersama-sama dengan alat-alat musik milik Daud (Neh. 12:22-47).
- Pembangunan kembali tata tertib penyembahan dan cara memasuki kemah berisi tabut perjanjian (Am. 9:11-13).

2.      Ringkasan Referensi Perjanjian Baru tentang Musik
Bangsa Yahudi membiarkan penyembahan mereka berkembang sedemikian rupa sehingga menjadi sangat formal. Inilah masa-masa kemurtadan dan ketidakpercayaan, sehingga penyanyi dan alat-alat musik tidak digunakan sebagai sarana penyembahan. Hanya firman yang dilagukan oleh pendeta dan lagu-lagu yang didendangkan oleh pemimpin biduan (penyanyi profesional) saya yang terdengar di dalam gereja.
· Yesus pergi menggunakan waktu-waktu terbaik-Nya untuk memperkuat diri-Nya sendiri dengan nyanyian (Mat. 26:30; Mrk. 14:26).
·     Ada musik dan tarian saat anak yang hilang kembali (Luk. 15:25).
·   Puji-pujian Paulus dan Silas kepada Allah menyebabkan gempa bumi besar yang menggoncangkan penjara (Kis. 16:25-26).
·      Paulus menjelaskan mengenai karunia bahasa Roh dan memuji dengan roh dan dan akal budi (1 Kor. 14:15,26).
·  Orang Kristen mula-mula memakai Mazmur dari Perjanjian Lama untuk memuji Tuhan (Kol. 3:16; Ef. 5:19).
·        Kristus menyanyikan pujian kepada Allah di tengah jemaat gereja-Nya (Ibr. 2:12).
·        Kita dianjurkan untuk menyanyi dengan iringan musik jika kita sedang bersukacita (Yak 5:13).
·        Suatu nyanyian baru sedang dinyanyikan di surga (Why. 5:8-10).
·        Lagu baru disebutkan lagi (Why. 4:1-5).
·       Nyanyian kemenangan (Why. 6:2-3).
·       Kutukan terakhir bagi Babilon adalah kenyataan bahwa tidak ada lagi musik yang terdengar luar biasa di dalam kota kutukan (Why. 18:22).

C.    PENTINGNYA MUSIK DALAM GEREJA
Dua poin penting dalam ibadah kristiani, di samping pemberitaan Firman, adalah pujian dan penyembahan (Mzm 66:17 dan Ef 5:19). Musik merupakan perintah, tradisi dan nilai hakiki dalam gereja. Mengacu pada sejarah Alkitab, pada mulanya Allah memiliki tiga penghulu malaikat, yaitu Gabriel yang berperan sebagai utusan Tuhan untuk menyampaikan pesan atau rencana Allah bagi manusia, Michael berperan sebagai panglima tertinggi pasukan malaikat dan Lucifer berperan sebagai pemimpin semua malaikat penyembah yang senantiasa berada di takhta kemuliaan Allah. Kedudukan Lucifer yang begitu penting dalam kerajaan Allah membuatnya sombong sehingga Allah murka dan membuangnya ke bumi bersama sepertiga malaikat surgawi yang mengikutinya. Lucifer atau iblis disebut pula sebagai Bintang Timur Putra Fajar (Yes. 14: 12), Roh Jahat, Pendusta dan Bapa segala dusta (Yoh. 8: 44), seperti singa yang mengaum-aum (1 Pet. 5: 8), Penguasa Kerajaan Angkasa (Ef. 2: 2) dan penguasa dunia (Yoh 14: 30). Nabi Yehezkiel (Yeh. 28: 12-19) menubuatkan tentang kejatuhan raja Tirus yang juga menceritakan tentang kejatuhan Lucifer.


Sebagai mantan malaikat pemuji yang sangat ahli dalam bermusik, Lucifer sangat memahami seluk beluk dunia musik dan pengaruhnya terhadap kehidupan, termasuk peranan musik dalam pujian dan penyembahan. Lucifer paham sekali bahwa musik memengaruhi tubuh, jiwa, dan roh. Akhirnya ia memanfaatkan musik untuk mengajak manusia menyembah kepadanya melalui keahliannya dalam menipu.


2 Kor. 11: 14
Hal itu tidak usah mengherankan, sebab Iblis pun menyamar sebagai malaikat Terang

Harus diakui, akhir-akhir ini banyak penyanyi lagu rohani yang tidak jelas visi dan misinya. Saat mendengarkan syair yang dinyanyikan tampaknya mereka memuliakan Tuhan. Namun apakah memuliakan Tuhan atau mencari popularitas? Semua itu hanya dapat dilihat dari buah-buah rohani yang dihasilkan melalui kehidupan penyanyi tersebut. Apakah kehidupannya sesuai lagu yang ia nyanyikan atau hanya menebarkan kemunafikan. Jika perilaku dan perbuatannya tidak sesuai lirik rohani yang dinyanyikan, akibatnya bisa menjadi batu sandungan bagi orang lain. Ir. Aris Sudibyo B.C.M mengatakan bahwa musik rohani adalah musik gerejawi. Namun musik gereja adalah musik yang dipakai saat beribadah. Dua manfaat dari musik rohani adalah relasi vertikal dan relasi horisontal.
Saat menyembah Tuhan hal utama yang harus dimiliki setiap individu adalah cinta. Banyak cara untuk mengekspresikannya, mulai dari mengangangkat tangan, bertepuk tangan, melompat, menari-nari, bahkan dengan ekspresi minimalis yang terkesan kaku. Ekspresi cinta tidak bisa dipaksakan karena munculnya dari hati. Oleh karena itu, gereja harus arif dan bijaksana dalam menanggapi musik gereja kontemporer. Ada batasan-batasan tertentu yang harus dipakai ketika menentukan bentuk musik dalam ibadah gereja.

1.      Kehidupan Pelayan Musik
Kekudusan, penaklukan diri, kepekaan dan keahlian adalah empat hal penting dalam pelayanan rohani. Bila keempat prinsip itu tidak bertumbuh dan bekerja dalam kehidupan kita sehari-hari, maka pelayanan kita tidak akan berarti sama sekali.
a.       Tuntutan dari Allah
·         Para pemain musik dipilih dan ditetapkan (1 Taw. 15:16, 17, 19; 16:41; 25:1; 2 Taw. 20:21; 29:25; Neh 7:1).
·         Para pemain musik juga mengenakan baju efod dari kain lenan putih (1 Taw. 15:27; 2 Taw. 5:12; 29:15; Neh. 12:30).
·         Para pemain musik dituntut untuk setia pada sumpah kesucian (Neh. 10:28-39)
b.      Tuntutan Pribadi
·         Mereka harus diajar/dapat diajar (1 Taw. 15:22; 25:6-8; Mzm. 33:3; Ef. 4:11-16; 1 Yoh. 2:27).
·         Mereka harus setia (1 Taw. 6:32; 16;37; 2 Taw. 7:6; 8:14; 30:16; Neh. 12:45).
·         Mereka selalu dalam kesatuan (2 Taw. 5:13; Mzm. 133:3; 1 Tes. 3:12).
c.       Organisasi dalam Tim Musik
·         Pemimpin para pemusik ditetapkan/ditunjuk (1 Taw. 15:16, 22, 27; 16:5; 25:1-7; 2 Taw. 5:12; Neh. 12:42).
·         Para pemain musik membantu tugas-tugas praktis di dalam rumah Allah (1 Taw. 9:26-33; 25:8-31; 26:29; Neh. 1:22; 1 Taw. 23:24; Mat. 20:26-28; 23:10-12; Mrk. 10:43-45; 1 Kor. 9:19).
·         Harus ada nyanyian puji-pujian kepada Tuhan yang terus-menerus (1 Taw. 6:32; 9:33; 16:6, 11, 37, 40; Mzm. 34:2; 113:3; 115:18; 145:1-3).
·         Para penyanyi dan pemain musik dari suku Lewi mulai melayani pada usia 25 tahun (Bil. 8:24).
·         Ada penyanyi dan pemain musik baik pria maupun wanita (2 Sam. 19:35; Ezr. 2:65; Neh. 12:43).
d.      Kehidupan Pelayan di Bidang Musik
·         Mereka memiliki tempat tinggal dan kota mereka sendiri (Bil. 18:20-21; 35:1-8; Ul. 10:9; 1 Taw. 9:26-27; 9:34; Ezr. 2:7; Neh. 12:29; Yeh. 40:44-45).
·         Mereka menerima anggur dan minyak baru (Neh. 13:5).
·         Mereka didukung oleh suku-suku lainnya (1 Taw. 9:33; Ezr. 7:24; Neh. 11:23; Im. 27:30-33).
·         Mereka tidak membayar wajib pajak, bea atau upeti (Ezr. 7:24)
·         Mereka merupakan harta yang berharga di dalam istana raja (Mzm. 137:3-4; Pkh. 2:8-9; Luk. 15:25).
·         Semua peralatan musik dibuat dari kayu khusus (1 Raj. 10:12; 2 Taw. 9:11).
e.       Pemain Musik dalam Gereja
·         Maksud dari pemakaian alat-alat musik adalah untuk melayani Allah di hadirat-Nya, memuji Allah, mengiringi penyanyi dalam sukacita dan puji-pujian, memanggil dan memimpin jemaat dalam beribadah, mempersiapkan jemaat untuk bernubuat, menyampaikan nubuatan, memimpin dan dimainkan dalam peperangan, mengantar dan mengumumkan kehadiran Allah, dan mengajar segala bangsa memuji Allah.
·         Menetapkan seorang pemusik yang diantaranya adalah para penyanyi dan paduan suara, para pemain musik, para pemimpin puji-pujian, dan orang yang berpengetahuan luas di bidang musik. Orang-orang tersebut harus memiliki dasar pengetahuan Firman Tuhan dengan baik, kualitas kepemimpinan, kemampuan berorganisasi, pemahaman yang terus mau berkembang di bidang musik, kesadaran untuk selalu mendoakan para pemain musik yang dipimpin, dan kemampuan untuk mengumpulkan jemaat serta mengasihi mereka.
·         Memilih dan menetapkan pemain musik adalah dengan cara berdoa bagi para pemain musik dan penyanyi yang diperlukan, meminta kepada jemaat supaya berdoa bagi alat-alat musik yang sudah harus diganti atau talenta yang tersembunyi, menganjurkan kepada pemain musik yang baru supaya terus belajar, memberikan motivasi kepada para pemain musik, kuatkan iman pemain musik, dan menguduskan serta menyimpan dengan baik setiap alat musik yang dipakai.
·         Latihan bersama secara teratur.
·         Mengembangkan gaya hidup berorganisasi yang baik.
·         Menjaga kualitas dan melengkapi instrument musik yang dimiliki.
·         Dalam pelayanan harus datang lebih awal untuk mengecek kelengkapan serta kesiapan pemain serta alat musik.

D.    NYANYIAN DALAM GEREJA
Tujuan utama dari manusia adalah untuk memuliakan Allah, karena manusia diciptakan untuk memuji Tuhan (Yes. 43: 21). Kemuliaan Allah adalah dasar filsafat pelayanan musik dan nyanyian. Artinya, musik maupun nyanyian tidak boleh diturunkan nilainya menjadi alat manipulasi demi mencapai tujuan-tujuan tertentu, terutama dalam mengontrol emosi manusia. Filsafat pengembangan musik dan nyanyian gereja memiliki tujuan yang harus sejalan dengan dasar teologis nyanyian yang bermakna:
1.      Penyembahan à memberikan kepada Allah kemuliaan, puji-pujian, hormat dan pengucapan syukur. Baik mengenai “siapa Dia” dan “apa yang telah dilakukan-Nya”.
2.      Penginjilan à suatu aspek pelayanan yang menaruh perhatian terhadap pribadi-pribadi tertentu, yang pada akhirnya bertujuan untuk menjangkau jiwa baru kepada suatu pengenalan akan Yesus Kristus sebagai Juruselamat mereka.
3.      Pemuridan à pengertian atas berita nyanyian yang dinyanyikan akan membawa pribadi-pribadi dari kesadaran mereka akan pengetahuan yang menyelamatkan kepada suatu keadaan kedewasaan rohani, termasuk mempersiapkan dan melatih musisi-musisi atau pelayan musik yang baru seperti dirigen, pengiring, maupun para penyanyi-penyanyi.
Ketiga unsur di atas harus saling melengkapi. Melalaikan salah satunya merupakan kegagalan. Sebaliknya, menggabungkan ketiganya dan menggunakannya secara seimbang, itulah makna yang terkandung dalam tujuan musik di gereja. Sangat diharapkan, kiranya setiap pribadi yang terlibat dalam pelayanan di gereja memahaminya sebagai suatu kesatuan yang tidak dapat diabaikan.
Fungsi nyanyian dalam ibadah dapat dilihat sebagai berikut:
1.      Sebagai jawaban, ucapan syukur atau puji-pujian atas karya penyelamatan Allah di dalam dan melalui Yesus Kristus – di sini jelas terkandung unsur aklamasi (pengakuan).
2.      Sebagai pemberitaan tentang karya Allah – di sini jelas terkandung unsur kesaksian (proklamasi).
3.      Sebagai partisipasi jemaat dalam ibadah, artinya melalui liturgy yang sudah diatur sedemikian rupa, seperti menggunakan atau membawakan nyanyian dengan bentuk : antiphonal, responsorial, alternative, dst, akan mempersatukan jemaat dalam merespon setiap bagian ibadah, baik berupa panggilan beribadah, pengakuan dosa, persembahan, pengutusan, dan berkat.
4.      Menciptakan suasana peribadatan yang membawa jemaat masuk ke dalam penyembahan dan penyerahan diri, baik secara bersama-sama maupun secara pribadi.
5.      Sebagai kesaksian jemaat yang sedianya diperdengarkan bukan hanya dalam ibadah gereja saja, tetapi dalam setiap kesempatan dan tempat, maupun dalam keseharian jemaat selaku umat Tuhan.
Mengapa kita bernyanyi? Beberapa alasan mengapa jemaat menyanyi dalam liturgi ibadah:
1.      Pada waktu menyanyi, kita menghormati Allah (Mzm. 147: 1). Seberapa besar pun seseorang dapat memanfaatkan musik dan nyanyian sebagai suatu kenikmatan pribadinya, hal yang penting adalah pengetahuan dan pengertian bahwa ketika mengangkat suaranya dalam puji-pujian, ia telah menghormati dan memuliakan Tuhan. “Siapa yang mempersembahkan syukur sebagai korban, ia memuliakan Aku” (Mzm. 50: 23a)
2.      Pada waktu menyanyi, kita diajar. Melalui kegiatan menyanyi kita dapat diajar dan dimotivasi dalam banyak hal. Para ahli atau pakar kesehatan menjadikan musik sebagai salah satu terapi yang mengobati pasiennya.
3.      Pada waktu menyanyi, kita dihibur (1 Sam. 16: 32). Banyak orang percaya seperti raja Saul yang mengalami kuasa nyanyian rohani yang sanggup menghibur dan menyembuhkan. Seseorang bisa saja datang beribadah dalam keadaan sakit hati, kecewa, ketakutan, cemas, patah semangat, depresi karena berbagai persoalan; tapi ketika mereka mendengar puji-pujian dalam ibadah, beban yang dirasakannya seperti terangkat, sehingga ketika meninggalkan ibadah mereka masih dapat merasakan kuasa nyanyian dan mampu menghilangkan dukacita mereka.
4.      Pada waktu menyanyi, kita dipersiapkan. Nyanyian dapat menjadi sesuatu yang mempersiapkan kita di surga. Dalam masa kekekalan kita akan menikmati nyanyian dan puji-pujian (Why. 4: 11).
5.      Pada waktu menyanyi, kita diajak untuk bertanggung jawab. Musik maupun nyanyian memiliki potensi untuk melakukan hal-hal yang jahat. Betapa seringnya musik digunakan oleh kuasa kegelapan untuk membangkitkan kejahatan dan perbuatan najis, termasuk dalam hal teknologi dan pendidikan. Lewat nyanyian dan aktifitas menyanyi kita harus bertanggung jawab dalam memilah dan menentukan musik maupun nyanyian yang layak bagi Allah.
Ciri khas seorang jemaat Kristen dapat digambarkan dengan:
1.      Mengucap syukur serta memuji Tuhan selalu menjadi image-nya.
2.      Mendedikasikan hidupnya hanya untuk Tuhan, bukan untuk dirinya sendiri.
3.      Mewajarkan kehidupan yang sesuai dengan perintah Tuhan sebagai wujud kerinduan akan kemuliaan Tuhan.
Yang menjadi catatan penting antara musik dan nyanyian adalah “yang diprioritaskan dalam ibadah sebenarnya adalah musik vokal”. Partisipasi jemaat secara langsung melalui pujian merupakan salah satu “pelayanan bersama” yang gereja lakukan dalam persekutuan. Tanpa musik iringan musik, nyanyian dapat tetap berjalan dengan lancar. Namun, tanpa nyanyian atau musik vokal, akan jadi seperti apakah ibadah tersebut? Bukan berarti musik menjadi tidak penting lagi. Sama halnya dengan besarnya kasih dari antara iman dan pengetahuan (I Kor. 13: 13), antara musik dan nyanyian, nyanyianlah yang lebih diutamakan.
Dengan mengetahui betapa pentingnya nyanyian dalam jemaat, kiranya kita bisa mendorong diri kita masing-masing untuk menyadari bahwa semakin dekat kita dengan Tuhan, semakin besar tanggung jawab kita sebagai orang Kristen. Semakin baik talenta kita dalam bernyanyi, semakin harus kita mengusahakan diri kita untuk dilayakkan Allah dalam memuji-Nya.
Kita bernyanyi bukan untuk sekedar memuaskan hati kita, tapi kita bernyanyi untuk menyenangkan hati Tuhan kita.
Kita bernyanyi bukan untuk menunjukkan kehebatan kita, tapi kita bernyanyi untuk menunjukkan betapa hebatnya Tuhan kita.

“Biarlah segala yang bernafas memuji TUHAN, Haleluya”
Mzm. 150: 6

Sumber Musik Gereja:
  1. Handol ML, John., Nyanyian Lucifer, Yogyakarta: ANDI, 2002
  2. Hibbert Viv & Mike., Pelayanan Musik, Yogyakarta: ANDI, 1990
  3. Saragih, Winnardo., Misi Musik, Yogyakarta: ANDI, 2008


[1] John Handol ML, Nyanyian Lucifer, Yogyakarta: ANDI, 2002, hal. 98.