Selasa, Oktober 18, 2016

Diskriminasi dalam Alkitab

Kali ini saya mau mulai share tugas-tugas semasa kuliah dulu yang sempat saya posting di salah satu website untuk para akademisi. Paling tidak dengan mulai menulis, kebanyakan mengedit dan kemudian memosting kembali tulisan-tulisan ini akan banyak menyemangati saya secara pribadi untuk mengingat cita-cita yang masih dikejar untuk menjadi seorang akademisi.
Pada umumnya, kitab suci sebuah ajaran agama akan cenderung menampilkan hal-hal positif di dalamnya agar menjadi panutan bagi pemeluk agama itu sendiri. Namun, ada yang menarik dari Alkitab yang menjadi kitab suci bagi saya dan umat Kristiani lainnya. Alkitab sendiri seringkali menampilkan realita manusia secara vulgar, apa adanya, untuk kemudian menjadi acuan pembandingan konteks antara masa sebelum Yesus, sesudah Yesus, hingga masa modern ini.
Transparansi Alkitab bukan dimaksudkan untuk menanamkan nilai yang salah terhadap pembaca yang mengimaninya. Keterbukaan ini dimaksudkan untuk menampilkan realita umat percaya dari zaman dahulu untuk kemudian dapat ditarik makna positifnya oleh pembaca masa kini dan diterapkan sesuai dengan prinsip ajaran yang dipesankan oleh kisah-kisah tersebut.
Dalam postingan kali ini, saya ingin menunjukkan beberapa bentuk diskriminasi terhadap manusia yang dicatat di dalam Alkitab. Diskriminasi ini semata-mata menjadi realita yang terjadi pada zaman dahulu terhadap tokoh-tokoh yang akan saya paparkan pada bagian berikut. Namun dibalik realita itu, makna-makna terpendam mengenai pembelaan terhadap kaum yang didiskreditkan serta pertolongan yang tepat bagi mereka dapat kita petik dan terapkan bagi kaum yang dipinggirkan di masa kini.
Beberapa kisah diskriminasi itu sendiri adalah sebagai berikut:
1.      Perjanjian Lama
·   Kejadian 34:1-31 tentang “Dina dan Sikhem”.
Dina dan Sikhem
Kisah ini pertama menunjukkan diskriminasi terhadap perempuan yang di mana Dina merupakan korban pemerkosaan Sikhem, anak Hemor. Meskipun pada akhirnya Sikhem menyatakan bahwa ia benar mencintai Dina dan akan bertanggungjawab dengan menjadikan Dina sebagai isterinya, ia tetap telah mencemari hak Dina.






Simeon dan Lewi
Yang kedua, diskriminasi terhadap manusia yakni pembalasan dendam yang dilakukan oleh Simeon dan Lewi yang seharusnya tidak mereka lakukan. Sikhem dan ayahnya, Hemor beserta seluruh rakyatnya telah menyetujui segala syarat (sunat terhadap laki-laki, tinggal di kota itu, dan lain-lain) yang diberikan Yakub agar Sikhem diperkenankan untuk bertanggungjawab atas perbuatannya. Namun Simeon dan Lewi dengan tidak takut (ay 25) membunuh setiap laki-laki yang sedang kesakitan itu, menjarah seluruh ternak, dan menawan semua anak dan perempuan. Simeon dan Lewi tidak menunjukkan belas kasihan serta pengampunan bagi Sikhem, bahkan mereka membalas dendam mereka melebihi aib yang mereka dapatkan.
Dari kisah yang pertama, kita dapat menarik kesimpulan bahwa perempuan seringkali dijadikan objek diskriminasi sehingga sangat perlu mendapatkan perlindungan khusus. Dengan demikian, sangat bijak di era modern ini telah ada lembaga-lembaga khusus yang memberikan perlindungan bagi kaum perempuan. Sedangkan kisah yang kedua menunjukkan bahwa pembalasan dendam bukanlah sebuah tindakan yang mulia, melainkan tindakan diskriminasi. Pembalasan dendam seringkali didasari oleh emosi marah yang menggebu-gebu sehingga membuat pelaku pembalasan dendam ini akan bertindak membabi-buta dan menimbulkan korban yang lebih banyak dari derita yang didapatkan oleh pelaku.
·   Ulangan 22:13-30 tentang “Hukum Perkawinan”.
Hukum Rajam
Mengenai hukum perkawinan ini, sangat nampak bahwa hak perempuan maupun laki-laki yang telah berzinah seakan tidak ada lagi sama sekali. Entah perzinahan dengan isteri atau suami orang lain, di dalam ataupun di luar kota, dipaksa ataupun tidak dipaksa, mereka seakan-akan bukan manusia lagi. Hukuman bagi mereka yang berzinah adalah dilempari batu oleh rakyat sebab dianggap aib. Apakah kasih seperti ini yang diperintahkan pada kita (umat Kristen, maupun Yahudi saat itu)? Jika benar adanya, apakah guna kasih tersebut? Sebab pengampunan dan dukungan moril sudah tiada.
Kisah ini menunjukkan bahwa hak asasi manusia untuk hidup dan membela perkaranya telah ditiadakan. Meskipun jelas bahwa tindakan zinah adalah kesalahan, bukan berarti tindakan main hakim merupakan jalan keluarnya. Memang hukum rajam adalah hukum yang berlaku pada masa itu. Namun hukum ini tidak dapat dijadikan acuan untuk memberikan penghukuman dalam kasus yang sama tapi berada di konteks yang berbeda (waktu dan tempat). Syukur, kita telah berada di era manusia yang beradab dan memiliki landasan hukum yang kuat.
·   Kejadian 29:31-30:24 tentang “Anak-anak Yakub”.
Perbudakan
Dalam perikop ini, saya lebih menyoroti hak asasi manusia yang diperbudak (khususnya budak perempuan). Dalam cerita ini, beberapa kali ditunjukkan ketiadaan hak perempuan sebagai manusia yang memiliki hak. Budak-budak perempuan Lea dan Rahel diberikan kepada Yakub untuk dihampiri (30:3,9) agar dilahirkannya anak bagi mereka. Budak-budak perempuan ini seolah-olah tidak memiliki kewenangan terhadap dirinya sendiri dan juga terhadap anak yang dilahirkannya.
Secara budaya, budak di zaman dahulu hampir tidak memiliki hak apa-apa, mungkin hanya hak untuk bernafas. Namun, dengan berkembangnya zaman, sistem perbudakan telah dihapuskan.
·   Keluaran 1:1-22 tentang “Orang Israel ditindas di Mesir”.
Perbudakan bangsa Israel di Mesir
Penindasan manusia terlihat secara mencolok dalam perikop ini. Pada masa pemerintahan baru setelah Yusuf mati, raja bertindak semena-mena terhadap bangsa Israel yang semakin banyak di tanah Mesir. Karena ketakutannya bahwa Israel akan melawan kerajaannya, iapun menindaki mereka dengan mengerjakan mereka dengan paksa dan memahitkan hidup mereka dengan pekerjaan yang berat (ay 13-14). Bangsa Israel diperlakukan seperti “binatang” yang tidak memiliki hak kebebasan ataupun hak atas apa yang mereka kerjakan.
Ini  berkaitan dengan kisah sebelumnya tentang perbudakan.
·   Kejadian 37:1-11 tentang “Yusuf dan saudara-saudaranya”.
Yusuf dan Saudaranya
Meskipun yang saya jadikan sorotan adalah perikop ini, namun saya melihat kasus diskriminasi manusia dalam cerita Yusuf secara menyeluruh. Saya pikir wajar bagi saudara-saudara Yusuf untuk merasa iri hati sebab kasih Yakub hanya berfokus pada Yusuf (dan Benyamin) saja. Kesalahan yang pertama adalah pilih kasih Yakub terhadap anak-anaknya. Kesalahan yang kedua adalah cara saudara-saudara Yusuf menunjukkan keirihatian mereka dengan cara menjual Yusuf sebagai budak.
 Dalam kasus ini, saya melihat dari dua sudut pandang. Yang pertama, memang bukanlah diskriminasi yang berat. Namun, bagi seorang anak, pilih kasih yang terjadi dalam sebuah keluarga akan menumbuhkan benci dalam hatinya terhadap saudaranya yang lebih dikasihi. Ini sangat penting untuk diingat para orangtua agar mampu memberikan kasih yang merata kepada anak-anaknya. Yang kedua, tindakan para saudara Yusuf saya setarakan dengan tindakan bully pada masa kini. Syukur seorang Yusuf tidak merespon bully tersebut dengan keinginan untuk bunuh diri (karena hikmat Tuhan). Namun, di masa kini, tindakan diskriminasi semacam ini membawa tekanan yang berat bagi anak-anak zaman sekarang dan akhirnya mereka akan memutuskan untuk mengakhiri hidupnya agar ia pun dapat mengakhiri penindasan yang dialaminya.

2.      Perjanjian Baru
·   Matius 14:1-12 tentang “Yohanes Pembaptis dibunuh”
Yohanes Pembaptis Dibunuh
Dalam perikop ini, Yohanes yang sedang dipenjarakan akibat menegur Herodes (ay 4) tidak diberi kewenangan sama sekali (bahkan sebagai tersangka). Akibat keteledoran Herodes yang telah berjanji akan memberikan apapun kepada anak Herodias yang disukainya, Yohanes pun bukan hanya kehilangan haknya, ia bahkan harus kehilangan kepalanya. Sebab Herodias telah menghasut anaknya untuk meminta kepala Yohanes Pembaptis. Herodes tidak menunjukkan kepemimpinannya sebagai raja, meskipun ia telah menyadari bahwa banyak orang memandang Yohanes pembaptis sebagai seorang nabi (ay 5).
Kisah ini sedikit menunjukkan diskriminasi yang dilatari oleh kekeliruan nepotisme. Kebanyakan menunjukkan bahwa diskriminasi dilakukan oleh pihak superior atau berkuasa. Realita menunjukkan bahwa ada negara di dunia zaman kini yang masih memanfaatkan kekuasaan untuk mendiskriminasi manusia.
·   Yohanes 7:53-8:11 tentang “Perempuan yang berzinah”
Perempuan yang Kedapatan Berzinah
Berhubungan dengan Ul 22:13-30 tentang “Hukum Perkawinan”, seorang perempuan yang kedapatan berzinah diperhadapkan pada Yesus oleh para ahli Taurat untuk ditindaki. Para ahli Taurat berniat untuk mencobai Yesus dengan berpegang pada hukum Taurat (ay 5). Namun Yesus menunjukkan kasih terhadap perempuan itu, sebab Yesus menyadari bahwa perempuan itu masih memiliki hak untuk hidup dan memperbaiki hidupnya seperti yang Yesus perintahkan (ay 11). Diskriminasi yang dilakukan para ahli Taurat digagalkan oleh Yesus sendiri, yang juga adalah target diskriminasi mereka.
Kisah ini menunjukkan kembali diskriminasi terhadap perempuan. Dalam sebuah artikel tentang penafsiran perikop ini, saya membaca pertanyaan penafsir, "di mana lelaki yang berzinah bersama perempuan itu?". Jika benar niatan untuk menegakkan hukum, maka kedua-duanya harus dirajam. Namun Yesus sadar betul bahwa Ia sedang dicobai oleh para ahli Taurat dan orang Farisi sehingga Yesus menggagalkan rencana mereka dengan cara yang sangat bijaksana. Namun, dalam konteks kita yang tidak dapat membaca hati seperti Yesus, biarlah hukum negara yang menjadi putusan sembari menerapkan pastoral bagi mereka yang bersalah.
·   Kisah Para Rasul 7:54-60 tentang “Stefanus dibunuh – Saulus hadir”
Stefanus Dibunuh
Diskriminasi dalam perikop ini sangat jelas dialami oleh Stefanus. Karena keberaniannya mengabarkan Injil di tengah-tengah konteks kehidupan Yahudi, Stefanus difitnah dan dihukum mati dengan cara dilempari. Ia pun diseret keluar kota dan dilempari, namun ia melihat kemuliaan Allah dan melihat Yesus berdiri di sebelah kanan Allah (ay 55). Stefanus beserta argumen-argumen pembelaannya tidak diindahkan oleh Mahkamah Agama, melainkan Mahkamah Agama mengindahkan fitnahan yang dijatuhkan pada Stefanus. Namun pada akhirnya meskipun Stefanus mati dalam penderitaannya, ia tetap sempat melihat kuasa Tuhan.
Diskriminasi ini menunjukkan kaum minoritas agama sebagai korbannya. Kebanyakan negara yang memiliki mayoritas agama tertentu akan menekan minoritas agama yang lain dengan berbagai cara. Entah hukum agama, hukum negara, ataupun hukum rimba seringkali menjadi landasan untuk menekan kaum minoritas. Ini jelas bukan hal yang benar bagi Indonesia yang dilandasi oleh Pancasila dan UUD.
·   Kisah Para Rasul 9:19b-31 tentang “Saulus dalam lingkungan saudara-saudara”
Saulus
Perikop ini cukup menarik bagi saya, sebab diskriminasi yang dialami Saulus bukan hanya berasal dari orang-orang yang menentang pengikut Yesus, melainkan juga dari kalangan orang percaya. Orang-orang yang menentang pengikut Yesus hendak membunuh Saulus sebab ia berbalik dari orang yang mengejar-ngejar pengikut Yesus menjadi orang yang turut percaya pada Yesus. Dari kalangan orang percaya mendiskriminasi Saulus dengan cara menghindarinya, sebab mereka mengenal Saulus sebagai orang yang sangat membenci pengikut Yesus. Bahkan setelah bertobat, ia masih didiskriminasi. Namun pada akhirnya Barnabas menerima dia dan membawanya kepada rasul-rasul dan menceritakan kisah Saulus.
Diskriminasi ini mungkin serupa dengan hukuman pengasingan sosial bagi para kriminal. Misalnya seorang koruptor yang dibenci oleh para pencuri ayam, apalagi oleh para penegak hukum. Bukan bermaksud membela koruptor, melainkan menerapkan hukum kasih dan hukum negara. Dalam kasus ini, sangat tepat jika sang koruptor dihukum sesuai dengan aturan yang berlaku dan dalam masa penghukuman diberikan penggembalaan demi perbaikan diri ketika telah menyelesaikan masa hukuman.
·   Matius 26:47-56; Markus 14:43-52; Lukas 22:47-53; Yohanes 18:1-11 tentang “Yesus ditangkap”.

Yesus Ditangkap
Sangat jelas alasan saya mengambil perikop ini sebagai contoh diskriminasi manusia. Yesus yang dari awal pelayanan-Nya memang terus dikejar oleh para ahli Taurat, dan pada akhirnya mereka berhasil menjebak Yesus melalui Yudas Iskariot. Diskriminasi yang dialami Yesus ini merupakan sebab dari usaha-Nya menggenapi hukum Taurat yang disalahmengeti oleh orang-orang Yahudi. Meskipun Yesus telah mengetahui semua itu, cerita ini juga merupakan wujud diskriminasi orang Yahudi terhadap Yesus (yang saat itu juga adalah manusia 100%).
Kasus Yesus bisa disejajarkan dengan diskriminasi terhadap kaum minoritas dan diskriminasi yang dilakukan oleh kaum mayoritas dan superior.

Inilah kisah-kisah diskriminasi yang terjadi dalam Alkitab dengan sedikit komentar dari saya untuk menjelaskan kaitannya dengan masa kini serta hal yang tepat untuk dilakukan sebagai umat yang percaya kepada Tuhan. Semoga bermanfaat.
Tuhan memberkati.

Sabtu, Oktober 15, 2016

Christian Worship Song - Surrender - My Original Song (duet with my bro,...

Lagu Rohani Kristen - Your Presence - Original Song by Pardamean Simatupang

Christian Worship Song - You Are My Strenght (cover by JMB Junior)

Surrender

Lagu Rohani Kristen - Courage - Original Song by Pardamean Simatupang

Allah Sumber Kuatku (Accoustic Version Cover) - Eastern Prayers (Band of...

Jumat, Oktober 07, 2016

First Year

Lama tidak menulis di sini ...
Sedih ...
Nd jelas!

Yah, setelah setahun lebih tidak mengutak-atik blog saya yang terbengkalai dan (mungkin) tidak bermutu ini, saya sempatkan saat ini untuk mengisinya dengan cerita singkat "yang agak panjang" untuk berbagi pengalaman selama setahun yang kemarin.

The First Year when I became a Vicar!

Setelah lulus dari lembaga tercinta, STT INTIM Makassar, saya segera memasukkan berkas pendaftaran di Sinode GKSS (Gereja Kristen Sulawesi Selatan). Kira-kira, proses ini saya lakukan di awal bulan Juni. Lupa juga tanggal pastinya, tapi yang pasti di awal bulan Juni.
Sambil dalam penantian untuk ditempatkan di salah satu jemaat GKSS untuk menjalani masa vikariat, saya masih aktif di kampus sebagai seorang Pengacara - Pengangguran Banyak Acara.

Kenapa pengangguran? Karena saya tidak punya status sebagai mahasiswa lagi setelah Yudicium dan saya juga tidak memiliki pekerjaan karena sedang menunggu jawaban dari berkas yang sudah saya masukkan di sinode.
Kenapa banyak acara? Karena saya orangnya memang 'sok sibuk', kiri-kanan urus Grup Musik dan Akapela - Eastern Prayers (EP) dan Centracapella (CA) yang belum terkenal sama sekali (artinya sekarang sudah terkenal?). Sebenarnya saya menyibukkan diri dalam EP dan CA karena saya terlalu cinta sama segala sesuatu yang bernuansa musik, dan saya berusaha untuk selalu mengarahkan hidup di pelayanan, meskipun mungkin tidak sepenuhnya terlaksana. Karena kecintaan dan panggilan itu, sepertinya cukup beban juga saat awal melepas EP dan CA secara nyata. Ngomong soal EP dan CA, ada tentang mereka di tulisan saya sebelumnya. (http://pardasimjr.blogspot.co.id/2014/10/my-own-music-history.html)

Akhirnya, sambil sibuk mempersiapkan diri untuk mengiringi bersama EP dan persembahan pujian bersama CA di Ibadah Syukur Dies Natalis STT INTIM, penantian saya untuk penempatan tahun pertama dijawab dengan sedikit ... ... ... ... (silahkan menebak perasaan saya). Saya diberi tahu untuk menunggu masa wisuda agar saat penempatan nanti tidak perlu minta izin wisuda.
Yang sempat saya gumulkan, saya memasukkan berkas pada awal Juni, dan saya menerima kabar untuk menunggu pada tengah Agustus, kemudian saya harus menunggu hingga tengah September untuk ditempatkan pada awal Oktober. Mungkin 4 bulan bukan waktu yang lama untuk beberapa orang. But for me, personally, it fells wasting time.
Andaikan berita untuk menunggu saya terima pada akhir Juni atau paling tidak awal Juli, saya bisa melaksanakan magang dulu dibanding hanya menjadi seorang "pengacara".. I'm not telling the complete story of my waiting cause it wasting to much time to write and read too..
Tapi apa daya, semua sudah tersiratkan dan akhirnya tersuratkan, maka let it be~


Next, saya mempersiapkan diri di akhir September untuk berangkat ke Kabupaten Kepulauan Selayar, sesuai penempatan yang sudah diberikan. Bawa koper isi pakaian dan alat-alat make up (wow!), laptop, buku-buku praktika dan pastinya Alkitab. Beberapa hal yang tidak pernah dibawa oleh Vikaris-vikaris lainnya ada 2, gitar dan microphone condensor yang dipinjamkan oleh sepupu, thanks kak Adhe Momon :*


Setibanya di Pulau Selayar, langsung disambut oleh Wakil Ketua Klasis, Ketua Majelis Jemaat Massese Baji, gereja di mana saya ditempatkan dan beberapa adik-adik cantik (but honestly, saya lupa siapa-siapa saja waktu itu) yang seiring waktu menjadi keluarga kedua bagi saya (pakai istilah salah seorang adik cantik yang dia ungkapkan waktu perpisahan). Kenapa saya bilang 'seiring waktu'? Karena memang semuanya membutuhkan proses. Tidak instan!

Dengan kecanggungan menghadapi mereka yang baru saya lihat, dan tentunya mereka lebih canggung sama saya yang adalah pendatang baru tapi selalu SKSD sama mereka. 'Mereka' ini bukan hanya adik-adik cantik yah, tapi semua saudara-saudaraku juga di Selayar, dari JMB sampai BCP!

Itu, kayak dibombe' (dimusuhi) :'(
Beberapa moment yang paling berkesan itu saat pertama kali ikut acara HUT Sweet Seventeen salah seorang adik di jemaat dan saat itu rambut saya hampir terlihat botak dan saya pun belum banyak berkomunikasi kepada mereka semua. Yah, namanya proses. Selain itu, moment yang menjadi penumbuh kebersamaan kami adalah saat Natal. Selalu hadir dalam semua Natal di 10 jemaat lain di Selayar dan hampir semuanya kami mengisi persembahan pujian. Jadi, waktu yang terpakai untuk latihan menjadi banyak dan di saat-saat itulah rasa kekeluargaan kami dibina. Bertepatan lagi dengan tema Natal tahun 2015 "Hidup Bersama sebagai Keluarga Allah", ditambah lagi theme song di Natal jemaat pun "Keluarga Kerajaan Allah", semuanya dukung-mendukung untuk menciptakan atmosfir 'rumah sendiri' di pastori dan gereja. Alhasil, jadilah kami sebagai anak-anak Tuhan yang terikat dalam rasa saling memiliki karena merasa bahwa sesamaku adalah saudaraku.

Beberapa catatan penting yang ingin saya share lewat tulisan ini tentang bagaimana mengembangkan talenta lewat membaginya? Bagaimana juga menentukan metode yang tepat dalam membagi talenta itu? Dan yang terpenting, nanti belakangan saya kasih tau.. Tapi sebelumnya, kenapa saya ingin berfokus pada perihal talenta dalam artikel "First Year" ini?

Yah, jelas karena talenta adalah karunia Tuhan yang sudah jelas juga tidak boleh kita kuburkan, tapi kita kembangkan sebesar-besarnya untuk kemudian kita pakai untuk banyak hal, entah pelayanan ataupun berbagi seperti yang selama ini sudah saya coba usahakan. Dengan talenta juga, kita bisa menjadi saksi bagi Tuhan. Sudah ada beberapa saudara di sini yang saya lihat sangat menerapkan kehidupan bersaksi lewat talenta yang dia miliki. Tapi, dalam kasus "First Year" saya, talenta yang Tuhan berikan sangat berperan penting hingga memang kesan terbesar yang bisa saya tinggalkan hanya itu, talenta. Karena sisanya hanya soal bangun telat dan teladan perokok yang tidak patut dicontoh.

Sekarang saya mulai narasikan dan menjawab catatan-catatan penting yang saya sudah ungkap di atas. Tugas saya sebagai Vikaris jelas, belajar tentang bagaimana berjemaat, kebutuhan jemaat, dan segala sesuatu yang berhubungan dengan "jemaat". Dalam hal ini, jemaat yang saya tempati bertugas sementara membutuhkan pengembangan dalam skill bermusik. Hitung-hitung instumen sudah lengkap tapi sayangnya jadi berdebu karena jarang digunakan. Jarang digunakan pun bukan karena malas dipakai, tapi karena tidak ada yang tahu memakainya. Alhasil, media ini menjadi wadah bagi saya untuk menunjukkan peran, setidaknya. Karena mengingat saya yang masih sangat terbatas dengan pengetahuan-pengetahuan lainnya, musik menjadi, hampir, satu-satunya media yang bisa saya bagikan ke jemaat.

Dengan demikian, saya mulai menyusun jadwal berdasarkan animo jemaat yang ingin mengembangkan diri dalam bermusik. Kebetulan, animo terbesar muncul dari golongan anak sekolah minggu hingga pemuda. Ada beberapa orangtua yang sempat berwacana ingin diajar, hanya saya mempertimbangkan kesibukan yang bersangkutan, lagi, tidak ada wacana selanjutnya, jadi jelas kelass untuk orangtua ditiadakan. Plus saya merasa canggung untuk mengajar orang yang lebih tua, Secara, metode yang saya gunakan awalnya agak mendikte dan 'kurang berperasaan', jadi sulit untuk menerapkan ke orang yang lebih tua.

Alhasil, terkumpullah Alicia W., Felicia W., Alicia G., Jessica L., Ines, Ivon, Oliv, Erwin, Tuti, Kezia, Putri dan Ika yang ingin belajar keyboard, Novaldy, Christian, dan Keysha yang ingin belajar drum, Ririn, Hedy, Jeslyn dan Jessica R. yang ingin belajar piano, Indri, Sherina, Tiffany, Marcel, Adrian, Jessica T. dan Tesalonika yang ingin belajar gitar. Dengan murid sebanyak ini, saya harus menyisihkan waktu sebanyak 7 jam selama seminggu (di luar jadwal pelayanan dan persiapan pelayanan, serta perkunjungan). Jujur, semangat awal yang saya miliki sempat menurun karena beberapa faktor:

  1. Yang diajar dari awal benar-benar butuh kesabaran. Bukan hanya soal menuntun perlahan hingga bisa menghafal 3 chords per pertemuan, tapi juga soal sabar mendengarkan keributan dan kegaduhan mereka, sabar menjawab pertanyaan celoteh mereka, dan sabar melihat ke-hhyperactive-an mereka.
  2. Ketika semangat dari murid menurun, secara psikologi, akan membawa semangat guru untuk mengajar, juga sebaliknya sebenarnya. Tapi kebanyakan, untuk kelas tertentu, kasus pertama yang terjadi. Adalah yang mengatakan terlalu sulit, ada yang kecapean, ada yang terlalu padat 'jadwalnya' sampai tidak datang les, dan yang paling menggeramkan, banyak yang tidak datang tepat waktu.
Dua faktor ini sempat membuat saya turun semangat karena dengan ketidakdisiplinan yang terjadi, progress yang saya harapkan juga tidak terjadi, tidak ada perkembangan yang signifikan. Saya akhirnya merenung, apa yang salah dari proses belajar-mengajar ini? Apakah mereka yang memang tidak bisa diajar, atau saya yang salah menggunakan metode? Kedatangan Pdt. Dessius D. Ngantung, M.Teol membawa pencerahan buat saya, ditambah sharing-sharing yang saya lakukan dengan mereka yang pernah diajar oleh beliau.

Sebelumnya, saya harus menceritakan metode awal yang saya gunakan untuk mengajar mereka. Dalam artikel sebelumnya, saya sudah ceritakan background musik saya yang dari les privat keyboard hanya selama 3 bulan dan kemudian mengembangkan secara otodidak (plus dibagi ilmu sama suhu-suhu terdahulu, hahaha). Dengan latar belakang itu, saya tidak punya banyak dasar untuk membagi ilmu secara sistematis kepada mereka. Akhirnya saya membagikan apa yang saya RASA penting terlebih dahulu. Yang saya rasa penting adalah teori dasar tentang tangga nada. Alhasil 2-3 pertemuan awal saya gunakan untuk menanamkan tentang interval nada. Selanjutnya mulai menyentuh instrumen sambil tetap terus mendalami jarak antar nada ini. 
saya yakin mereka sudah lupa tentang tangga nada ini -_-
Metode awal itu terus saya pakai berbulan-bulan sambil mengajarkan chords nada dasar C sampai kedatangan Pdt. Des pada sekitar bulan Agustus. Selama masa itu, jujur, tidak ada perkembangan siginifikan dan itu semakin membuat drop semangat saya. Bahkan banyak "jiwa yang gugur" dalam perjalanan bermusik ini. Saya mulai bertanya lagi pada diri sendiri, apakah teori yang saya pegang tentang:
Yang berbakat akan kalah progress dari pada yang rajin latihan. Jika dalam satu tahun yang berbakat hanya latihan seminggu sekali, sedangkan yang tidak berbakat latihan setiap hari, maka jelas yang tidak berbakat akan lebih berkembang!
 adalah teori salah? Atau memang cara mengajar saya yang salah dari awal? Dan Pdt. Des memberi jawaban soal itu saat saya memberanikan diri bertanya tentang metode. Pesan beliau:
Anak-anak awalnya perlu dibuat "mencintai" musik dan alat yang mereka ingin pelajari. Ketika mereka belajar dan mendapati instrumen itu sulit untuk dimainkan, jelas kecintaan mereka akan pudar dan semangat belajar itu akan hilang.
Dengan prinsip tersebut, metode yang beliau ajarkan adalah to the point! Ajarkan per lagu, perlahan setiap chord atau pukulan/beat (untuk drum) di lagu itu. Simple but meaningful. Saya memulai hampir dari awal, mengajarkan 1 lagu untuk mereka kuasai dan tampilkan di ibadah minggu. Alhasil dalam 1 bulan = 4 kali pertemuan, duet Alicia, Feli dan Jessica sudah bisa memainkan lagu PKJ 58 "Semua Yang Tercipta" bersama-sama (duet Alicia left hand, Felicia dan Jessica right hand). SEMBILAN BULAN YANG SUDAH LEWAT AKHIRNYA TERBUANG KARENA METODE YANG SALAH!

Bocoran, duet Alicia masih kelas 5 SD, sedangkan Feli dan Jessica masih kelas 3 SD. Saya kadang iri sama mereka, kenapa saya tidak belajar dari SD juga yah? Mungkin sekarang sudah jadi artis kalau belajarnya dari SD. Hahaha..

Tapi sudahlah, mau diapakan lagi? Sudah lewat, fokus ke depannya saja. Di samping perkembangan mereka, proyek terbesar yang saya kerjakan bersama dengan mereka bisa disaksikan di link YouTube di bawah ini.


Ki-ka: Jessica R., Jeslyn, Novaldy, Jessica T., Jordan (saya yang paling gagah di tengah belakang)
Mereka adalah Jessica R. sebagai vokal yang saya alihkan sementara untuk mengisi posisi itu. Pertimbangannya juga, suaraya adalah suara anak-anak yang paling pure, jadi saya memilih dia menjadi vokalis. Kemudian Jordan sebagai gitaris, peserta baru yang sudah memiliki dasar pengetahuan chord jadi tidak susah diajar lagi. Hanya susah mengajar strum dan menghafal chordnya. Jessica T. yang saya alihkan dari gitar demi mengisi posisi bassis. Yang ini cukup mudah diajar karena sudah ada dasar gitar, pengetahuan tentang interval dan lumayan kuat daya hafalnya. Jeslyn di piano juga tidak susah karena sejak pakai metode lama pun sudah lumayan. Dan Noval sebagai drummer yang sepertinya punya bakat alami dalam bermusik. Jadi saya cuma ajarkan variasi supaya pukulannya tidak monoton. Latihan 2 bulan supaya penampilan total!

Akhirnya, 1 tahun saya bertugas sebagai vikaris di jemaat ini, hanya menelurkan hasil yang demikian. Cukup kecewa terhadap diri sendiri karena tidak terpikir untuk menggunakan metode Pdt. Des dari awal. Tapi yang membahagiakan karena kebersamaan bersama mereka (termasuk yang tidak les) adalah hal yang tidak terlupakan.

Hal terakhir yang terpenting yang saya singgung di atas kalau belakang baru saya kasih tau adalah (panjangnya kalimatnya~)
motivasi dalam mengembangkan talenta dan menggunakan talenta! mengapa motivasi itu menjadi sesuatu yang penting? karena ketika motivasi sudah keliru, maka hasil pun tidak akan maksimal! mengarahkan talenta musik yang saya bicarakan bukanlah tentang musik sekuler yang dianut para artis untuk mengajarkan cinta kepada anak hingusan lewat lagu-lagu tidak bermutu. tapi musik yang saya bicarakan dari tadi adalah musik gerejawi yang dalam bahasa Selayarnya "Sacred Music" (Sacred - Sakral - Suci). Jadi musik gereja bukan tentang sehebat apa kau di mata penontonmu, tapi seberapa tulus pujianmu bagi Tuhan, dan tentang ini hanya Tuhan yang bisa nilai. walaupun kita sudah menampilkan sebuah pujian secara profesional, megah dan hebat, tapi ketika motivasi kita sudah salah, maka yang ada kita akan mencuri kemuliaan Tuhan.
Melalui artikel ini, saya rindu untuk memotivasi semua orang yang membaca dari awal sampai habis. Oleh karena itu, bacalah pesan-pesan saya di akhir "First Year" ini kemudian terapkan demi kemuliaan Tuhan.

  1. Jangan pernah patah semangat dan merasa tidak berbakat dalam bermusik. Musik itu soal latihan, latihan dan latihan. Jika tidak latihan, Alm. Michael Jackson pun tidak akan jadi legenda seperti saat ini.
  2. Jangan pernah menganggap remeh sebuah persembahan pujian. Kadang momen itu hanya digunakan untuk mengisi bagian kosong dari ibadah supaya ada yang isi. Tapi ternyata kita sering lupa bahwa persembahan pujian kita itu untuk Tuhan. Layakkah kita sebagai hamba dipuji layaknya Tuhan hanya karena sebuah persembahan pujian? Sementara puji-pujian lainnya kita curi dari Sosok yang telah mencipta dunia, yang telah berkorban demi kita semata dan yang telah menyertai kita setiap saat! Tentu mencuri kemuliaan itu bukanlah prinsip iman kita.
  3. Yang terakhir, jangan pernah bosan baca blog saya, mendengar lagu-lagu saya di YouTube. Karena dari hati yang terdalam, saya rindu membagi inspirasi yang sudah saya dapatkan dari Tuhan yang terlalu baik lewat sharing pengalaman, ilmu dan kreatifitas lewat lagu.
Semoga Tuhan memberkati kita sekalian dalam pemberian diri lewat talenta kita masing-masing.

bersama anak Sekolah Minggu
with momma :*
bingkisan jemaat

bingkisan majelis
duet dengan Erwin Roti Kaya :D

bersama Pemuda dan Remaja
bersama Majelis Jemaat

Second Family