Selasa, Oktober 18, 2016

Diskriminasi dalam Alkitab

Kali ini saya mau mulai share tugas-tugas semasa kuliah dulu yang sempat saya posting di salah satu website untuk para akademisi. Paling tidak dengan mulai menulis, kebanyakan mengedit dan kemudian memosting kembali tulisan-tulisan ini akan banyak menyemangati saya secara pribadi untuk mengingat cita-cita yang masih dikejar untuk menjadi seorang akademisi.
Pada umumnya, kitab suci sebuah ajaran agama akan cenderung menampilkan hal-hal positif di dalamnya agar menjadi panutan bagi pemeluk agama itu sendiri. Namun, ada yang menarik dari Alkitab yang menjadi kitab suci bagi saya dan umat Kristiani lainnya. Alkitab sendiri seringkali menampilkan realita manusia secara vulgar, apa adanya, untuk kemudian menjadi acuan pembandingan konteks antara masa sebelum Yesus, sesudah Yesus, hingga masa modern ini.
Transparansi Alkitab bukan dimaksudkan untuk menanamkan nilai yang salah terhadap pembaca yang mengimaninya. Keterbukaan ini dimaksudkan untuk menampilkan realita umat percaya dari zaman dahulu untuk kemudian dapat ditarik makna positifnya oleh pembaca masa kini dan diterapkan sesuai dengan prinsip ajaran yang dipesankan oleh kisah-kisah tersebut.
Dalam postingan kali ini, saya ingin menunjukkan beberapa bentuk diskriminasi terhadap manusia yang dicatat di dalam Alkitab. Diskriminasi ini semata-mata menjadi realita yang terjadi pada zaman dahulu terhadap tokoh-tokoh yang akan saya paparkan pada bagian berikut. Namun dibalik realita itu, makna-makna terpendam mengenai pembelaan terhadap kaum yang didiskreditkan serta pertolongan yang tepat bagi mereka dapat kita petik dan terapkan bagi kaum yang dipinggirkan di masa kini.
Beberapa kisah diskriminasi itu sendiri adalah sebagai berikut:
1.      Perjanjian Lama
·   Kejadian 34:1-31 tentang “Dina dan Sikhem”.
Dina dan Sikhem
Kisah ini pertama menunjukkan diskriminasi terhadap perempuan yang di mana Dina merupakan korban pemerkosaan Sikhem, anak Hemor. Meskipun pada akhirnya Sikhem menyatakan bahwa ia benar mencintai Dina dan akan bertanggungjawab dengan menjadikan Dina sebagai isterinya, ia tetap telah mencemari hak Dina.






Simeon dan Lewi
Yang kedua, diskriminasi terhadap manusia yakni pembalasan dendam yang dilakukan oleh Simeon dan Lewi yang seharusnya tidak mereka lakukan. Sikhem dan ayahnya, Hemor beserta seluruh rakyatnya telah menyetujui segala syarat (sunat terhadap laki-laki, tinggal di kota itu, dan lain-lain) yang diberikan Yakub agar Sikhem diperkenankan untuk bertanggungjawab atas perbuatannya. Namun Simeon dan Lewi dengan tidak takut (ay 25) membunuh setiap laki-laki yang sedang kesakitan itu, menjarah seluruh ternak, dan menawan semua anak dan perempuan. Simeon dan Lewi tidak menunjukkan belas kasihan serta pengampunan bagi Sikhem, bahkan mereka membalas dendam mereka melebihi aib yang mereka dapatkan.
Dari kisah yang pertama, kita dapat menarik kesimpulan bahwa perempuan seringkali dijadikan objek diskriminasi sehingga sangat perlu mendapatkan perlindungan khusus. Dengan demikian, sangat bijak di era modern ini telah ada lembaga-lembaga khusus yang memberikan perlindungan bagi kaum perempuan. Sedangkan kisah yang kedua menunjukkan bahwa pembalasan dendam bukanlah sebuah tindakan yang mulia, melainkan tindakan diskriminasi. Pembalasan dendam seringkali didasari oleh emosi marah yang menggebu-gebu sehingga membuat pelaku pembalasan dendam ini akan bertindak membabi-buta dan menimbulkan korban yang lebih banyak dari derita yang didapatkan oleh pelaku.
·   Ulangan 22:13-30 tentang “Hukum Perkawinan”.
Hukum Rajam
Mengenai hukum perkawinan ini, sangat nampak bahwa hak perempuan maupun laki-laki yang telah berzinah seakan tidak ada lagi sama sekali. Entah perzinahan dengan isteri atau suami orang lain, di dalam ataupun di luar kota, dipaksa ataupun tidak dipaksa, mereka seakan-akan bukan manusia lagi. Hukuman bagi mereka yang berzinah adalah dilempari batu oleh rakyat sebab dianggap aib. Apakah kasih seperti ini yang diperintahkan pada kita (umat Kristen, maupun Yahudi saat itu)? Jika benar adanya, apakah guna kasih tersebut? Sebab pengampunan dan dukungan moril sudah tiada.
Kisah ini menunjukkan bahwa hak asasi manusia untuk hidup dan membela perkaranya telah ditiadakan. Meskipun jelas bahwa tindakan zinah adalah kesalahan, bukan berarti tindakan main hakim merupakan jalan keluarnya. Memang hukum rajam adalah hukum yang berlaku pada masa itu. Namun hukum ini tidak dapat dijadikan acuan untuk memberikan penghukuman dalam kasus yang sama tapi berada di konteks yang berbeda (waktu dan tempat). Syukur, kita telah berada di era manusia yang beradab dan memiliki landasan hukum yang kuat.
·   Kejadian 29:31-30:24 tentang “Anak-anak Yakub”.
Perbudakan
Dalam perikop ini, saya lebih menyoroti hak asasi manusia yang diperbudak (khususnya budak perempuan). Dalam cerita ini, beberapa kali ditunjukkan ketiadaan hak perempuan sebagai manusia yang memiliki hak. Budak-budak perempuan Lea dan Rahel diberikan kepada Yakub untuk dihampiri (30:3,9) agar dilahirkannya anak bagi mereka. Budak-budak perempuan ini seolah-olah tidak memiliki kewenangan terhadap dirinya sendiri dan juga terhadap anak yang dilahirkannya.
Secara budaya, budak di zaman dahulu hampir tidak memiliki hak apa-apa, mungkin hanya hak untuk bernafas. Namun, dengan berkembangnya zaman, sistem perbudakan telah dihapuskan.
·   Keluaran 1:1-22 tentang “Orang Israel ditindas di Mesir”.
Perbudakan bangsa Israel di Mesir
Penindasan manusia terlihat secara mencolok dalam perikop ini. Pada masa pemerintahan baru setelah Yusuf mati, raja bertindak semena-mena terhadap bangsa Israel yang semakin banyak di tanah Mesir. Karena ketakutannya bahwa Israel akan melawan kerajaannya, iapun menindaki mereka dengan mengerjakan mereka dengan paksa dan memahitkan hidup mereka dengan pekerjaan yang berat (ay 13-14). Bangsa Israel diperlakukan seperti “binatang” yang tidak memiliki hak kebebasan ataupun hak atas apa yang mereka kerjakan.
Ini  berkaitan dengan kisah sebelumnya tentang perbudakan.
·   Kejadian 37:1-11 tentang “Yusuf dan saudara-saudaranya”.
Yusuf dan Saudaranya
Meskipun yang saya jadikan sorotan adalah perikop ini, namun saya melihat kasus diskriminasi manusia dalam cerita Yusuf secara menyeluruh. Saya pikir wajar bagi saudara-saudara Yusuf untuk merasa iri hati sebab kasih Yakub hanya berfokus pada Yusuf (dan Benyamin) saja. Kesalahan yang pertama adalah pilih kasih Yakub terhadap anak-anaknya. Kesalahan yang kedua adalah cara saudara-saudara Yusuf menunjukkan keirihatian mereka dengan cara menjual Yusuf sebagai budak.
 Dalam kasus ini, saya melihat dari dua sudut pandang. Yang pertama, memang bukanlah diskriminasi yang berat. Namun, bagi seorang anak, pilih kasih yang terjadi dalam sebuah keluarga akan menumbuhkan benci dalam hatinya terhadap saudaranya yang lebih dikasihi. Ini sangat penting untuk diingat para orangtua agar mampu memberikan kasih yang merata kepada anak-anaknya. Yang kedua, tindakan para saudara Yusuf saya setarakan dengan tindakan bully pada masa kini. Syukur seorang Yusuf tidak merespon bully tersebut dengan keinginan untuk bunuh diri (karena hikmat Tuhan). Namun, di masa kini, tindakan diskriminasi semacam ini membawa tekanan yang berat bagi anak-anak zaman sekarang dan akhirnya mereka akan memutuskan untuk mengakhiri hidupnya agar ia pun dapat mengakhiri penindasan yang dialaminya.

2.      Perjanjian Baru
·   Matius 14:1-12 tentang “Yohanes Pembaptis dibunuh”
Yohanes Pembaptis Dibunuh
Dalam perikop ini, Yohanes yang sedang dipenjarakan akibat menegur Herodes (ay 4) tidak diberi kewenangan sama sekali (bahkan sebagai tersangka). Akibat keteledoran Herodes yang telah berjanji akan memberikan apapun kepada anak Herodias yang disukainya, Yohanes pun bukan hanya kehilangan haknya, ia bahkan harus kehilangan kepalanya. Sebab Herodias telah menghasut anaknya untuk meminta kepala Yohanes Pembaptis. Herodes tidak menunjukkan kepemimpinannya sebagai raja, meskipun ia telah menyadari bahwa banyak orang memandang Yohanes pembaptis sebagai seorang nabi (ay 5).
Kisah ini sedikit menunjukkan diskriminasi yang dilatari oleh kekeliruan nepotisme. Kebanyakan menunjukkan bahwa diskriminasi dilakukan oleh pihak superior atau berkuasa. Realita menunjukkan bahwa ada negara di dunia zaman kini yang masih memanfaatkan kekuasaan untuk mendiskriminasi manusia.
·   Yohanes 7:53-8:11 tentang “Perempuan yang berzinah”
Perempuan yang Kedapatan Berzinah
Berhubungan dengan Ul 22:13-30 tentang “Hukum Perkawinan”, seorang perempuan yang kedapatan berzinah diperhadapkan pada Yesus oleh para ahli Taurat untuk ditindaki. Para ahli Taurat berniat untuk mencobai Yesus dengan berpegang pada hukum Taurat (ay 5). Namun Yesus menunjukkan kasih terhadap perempuan itu, sebab Yesus menyadari bahwa perempuan itu masih memiliki hak untuk hidup dan memperbaiki hidupnya seperti yang Yesus perintahkan (ay 11). Diskriminasi yang dilakukan para ahli Taurat digagalkan oleh Yesus sendiri, yang juga adalah target diskriminasi mereka.
Kisah ini menunjukkan kembali diskriminasi terhadap perempuan. Dalam sebuah artikel tentang penafsiran perikop ini, saya membaca pertanyaan penafsir, "di mana lelaki yang berzinah bersama perempuan itu?". Jika benar niatan untuk menegakkan hukum, maka kedua-duanya harus dirajam. Namun Yesus sadar betul bahwa Ia sedang dicobai oleh para ahli Taurat dan orang Farisi sehingga Yesus menggagalkan rencana mereka dengan cara yang sangat bijaksana. Namun, dalam konteks kita yang tidak dapat membaca hati seperti Yesus, biarlah hukum negara yang menjadi putusan sembari menerapkan pastoral bagi mereka yang bersalah.
·   Kisah Para Rasul 7:54-60 tentang “Stefanus dibunuh – Saulus hadir”
Stefanus Dibunuh
Diskriminasi dalam perikop ini sangat jelas dialami oleh Stefanus. Karena keberaniannya mengabarkan Injil di tengah-tengah konteks kehidupan Yahudi, Stefanus difitnah dan dihukum mati dengan cara dilempari. Ia pun diseret keluar kota dan dilempari, namun ia melihat kemuliaan Allah dan melihat Yesus berdiri di sebelah kanan Allah (ay 55). Stefanus beserta argumen-argumen pembelaannya tidak diindahkan oleh Mahkamah Agama, melainkan Mahkamah Agama mengindahkan fitnahan yang dijatuhkan pada Stefanus. Namun pada akhirnya meskipun Stefanus mati dalam penderitaannya, ia tetap sempat melihat kuasa Tuhan.
Diskriminasi ini menunjukkan kaum minoritas agama sebagai korbannya. Kebanyakan negara yang memiliki mayoritas agama tertentu akan menekan minoritas agama yang lain dengan berbagai cara. Entah hukum agama, hukum negara, ataupun hukum rimba seringkali menjadi landasan untuk menekan kaum minoritas. Ini jelas bukan hal yang benar bagi Indonesia yang dilandasi oleh Pancasila dan UUD.
·   Kisah Para Rasul 9:19b-31 tentang “Saulus dalam lingkungan saudara-saudara”
Saulus
Perikop ini cukup menarik bagi saya, sebab diskriminasi yang dialami Saulus bukan hanya berasal dari orang-orang yang menentang pengikut Yesus, melainkan juga dari kalangan orang percaya. Orang-orang yang menentang pengikut Yesus hendak membunuh Saulus sebab ia berbalik dari orang yang mengejar-ngejar pengikut Yesus menjadi orang yang turut percaya pada Yesus. Dari kalangan orang percaya mendiskriminasi Saulus dengan cara menghindarinya, sebab mereka mengenal Saulus sebagai orang yang sangat membenci pengikut Yesus. Bahkan setelah bertobat, ia masih didiskriminasi. Namun pada akhirnya Barnabas menerima dia dan membawanya kepada rasul-rasul dan menceritakan kisah Saulus.
Diskriminasi ini mungkin serupa dengan hukuman pengasingan sosial bagi para kriminal. Misalnya seorang koruptor yang dibenci oleh para pencuri ayam, apalagi oleh para penegak hukum. Bukan bermaksud membela koruptor, melainkan menerapkan hukum kasih dan hukum negara. Dalam kasus ini, sangat tepat jika sang koruptor dihukum sesuai dengan aturan yang berlaku dan dalam masa penghukuman diberikan penggembalaan demi perbaikan diri ketika telah menyelesaikan masa hukuman.
·   Matius 26:47-56; Markus 14:43-52; Lukas 22:47-53; Yohanes 18:1-11 tentang “Yesus ditangkap”.

Yesus Ditangkap
Sangat jelas alasan saya mengambil perikop ini sebagai contoh diskriminasi manusia. Yesus yang dari awal pelayanan-Nya memang terus dikejar oleh para ahli Taurat, dan pada akhirnya mereka berhasil menjebak Yesus melalui Yudas Iskariot. Diskriminasi yang dialami Yesus ini merupakan sebab dari usaha-Nya menggenapi hukum Taurat yang disalahmengeti oleh orang-orang Yahudi. Meskipun Yesus telah mengetahui semua itu, cerita ini juga merupakan wujud diskriminasi orang Yahudi terhadap Yesus (yang saat itu juga adalah manusia 100%).
Kasus Yesus bisa disejajarkan dengan diskriminasi terhadap kaum minoritas dan diskriminasi yang dilakukan oleh kaum mayoritas dan superior.

Inilah kisah-kisah diskriminasi yang terjadi dalam Alkitab dengan sedikit komentar dari saya untuk menjelaskan kaitannya dengan masa kini serta hal yang tepat untuk dilakukan sebagai umat yang percaya kepada Tuhan. Semoga bermanfaat.
Tuhan memberkati.